Senin, 31 Desember 2012

GURU PEMBUKA JENDELA DUNIA SISWA



Nama   : Ita Masithoh Wikhdah
Nim     : 4301411112
Rombel: 65
 
Guru adalah salah satu jendela melihat dunia bagi anak didiknya, selain kedua orang tuanya, televise, internet, koran, buku, dan lain-lain. Guru masih memegang peranan sentral dalam membukakan pikiran siswa untuk melihat dunia yang berkembang dengan cepat dan dinamis. Guru tidak hanya membuka jendela dunia tapi sekaligus menyeleksi, memfilter, dan memberikan informasi terbaik kepada murid-muridnya. Peran ini berbeda dengan sumber informasi lainnya, seperti televise, radio, dan internet yang bebas nilai, seperti pasar bebas nilai, seperti pasar bebas yang menyerahkan segala programnya kepada konsumen, tanpa memberikan bimibingan, arahan, dan filter yang baik.
            Televise telah berubah menjadi media entertainment murni, bukan sebagai media edukatif yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan. Sebagian besar acara televise berisi film dan sinetron yang memuat cerita tentang kejahatan, horror, dan pembunuhan, perkelahian, penipuan, perampokan, dan lain-lain. Biasanya, anak-anak menonton acara-acara seperti itu dengan sangat senang. Namun, cerita-cerita seperti itu akan mendatangkan bahaya bagi anak-anak melalui banyak cara.
Pikiran anak yang masih lembut dan mudah terpengaruh sangat rentan terhadap pengaruh luar. Menonton tayangan seperti dapat membangun kegelisahan, rasa takut, dan horror di benaknya. Parahnya lagi , film-film tersebut akan memotivasinya ntuk melakukan tindak kejahatan dan oerbuatan dosa. Terkadang , anak-anak menjadi sangat terpengaruh oelh tingkah laku berlebihan daring sang jagoan dalam sebuah film. Mereka kemudaian mencoba menirunya dalam kehidupan nyata sehingga menimbulkan masalah. UNESCO telah menulis dalam sebuah laporan bahwa 27% remaja yang dihukum karena tindak kejahatan, telah terdorong melakukan aksinya setelah menonton aksi serupa di dalam film. Di amerika serikat, diantara kejahatan anak-anak yang telahdi hokum oleh pengadilan, 10% anak laki-laki dan 25% ank-permepuan mengaku bahwa mereka tertarik melakukan tindak kejahatan itu karena film yang telah mereka saksikan.
Menurut sebuah survey lain, 49% penjahat yang tertangkap membawa senjata api illegal , 28% melakukan aksi pencurian dan 21% melarikan dari jerat hokum, telah memperoleh inspirasi dari apa yang mereka saksikan difilm. Dilaporkan pula bahwa 25% perempuan yang menjadi pekerja seks komersial memperoleh inspirasi dari film-film. Sebanyak 54% dari kaum perempuan yang pergi ke tempat-tempat yang menghancurkan nama baik (lokalisasi) melakukan itu karena ingin meniru artis terkenal.
Sementara itu, Profesor Almsman  dari Universitas Los Angeles berkata, “Radiasi yang terpancar dari layar televise sangat berbahaya bagi organ tubuh manusia. Sinar yang terpancar keluar darinya dan dari alat-alat elektronik rumah tangga termasuk jenis gelombang pendek. Bila tak terlindungi dari pancaran yang relative lebih lama, efek negative pertama yang ditimbulkannya adalah sakit kepala. Kemampuan berfikir seseorang pun  akan tertekan, tekanan darah menjadi tidak normal, dan sel darah putih dalam darah akan mengalami kerusakan. Gelombang-gelombang ini akan membawa perngaruh yang kuat bagi saraf dan mengakibatkan sejumlah keluhan rasa sakit.”
Inilah bahaya televise yang tidak disadari oleh anak-anak dan orang tua, dan menjadi tugas guru untuk melakukan penyandaran yang efektif kepada orang tua dan anak-anak didiknya dengan pendekatan persuasive. Televise adalah salah satu potret realitas dunia global yang penuh dengan ambigu. Disatu sisi, televise bermanfaat bagi mereka yang bisa mengambil hikmahnya. Namun disisi lain, televise menimbulkan dampak negative yang dahsyat dan luar biasa.
Menurut Abu Ahmad Zainal Abidin bin Syamsuddin (2008), saat ini yang sangat berpengaruh terhadap pendidikan, tingkah laku, dan kepribadian anak adalah media elektronik dan cetak. Kalau orang tua tidak berhati-hati dan waspada terhadap kedua media ini, maka tidak jarang anak-anak akan tumbuh sebagaimana yang ia peroleh dari kedua media ini.
1.      Radio dan Televisi
Dunia telah terbuka lebar dan sudah berada dihadapan kita, bahkan di depan mata kita melalui beragam channel TV. Sarana-sarana informasi, baik melalui beragam radio dan televise, memiliki pengaruh yang sangat berbahaya dalam merusak pendidikan anak.
     Ada seorang dokter yang kini aktif di salah satu yayasan. Di salah satu stasiun televise, dia bercerita bahwa dirinya mulai mencoba merokok sejak kelas 4SD, kemudian minum minuman keras, dan mengisap ganja. Kegiatan “terlarang” itu terus berlangsung hingga saat kuliah di kedokteran dengan kadar semakin besar. Yang menarik, ternyata yang menjadi motivasi sang dokter ini melakukan kegiatan itu adalah karena ia ingin meniru gaya yang ditampilkan di dalam film koboi, bahwa seorang tokoh koboi kelihatan gagah berani dengan menenggak minuman keras. Sang dokter juga mengatakan, selama melakukan hal itu tidak ada yang member pengajaran atau pun mengingatkannya. Oleh karena itu, orang tua harus berhati-hati dan waspada terhadap bahaya telivisi.
     Dari sisi lain, radio dan televise juga dapat berfungsi sebagai sumber berita, sarana penebar wacana baru, menimba ilmu pengetahuan, dan menanamkan pola piker pada anak.
2.      Internet
Internet sudah meluas hingga kemanca Negara, tidak hanya orang dewasa saja yang dapat mengakses aplikasi internet di zaman yang sudah modern, anak SD pun dapat mengakses internet dengan mudahnya. Semakin lama mereka pun akan semakin berkembang mengikuti perkembangan yang sedang ‘trend’  dan mereka dapat mengetahui jejaring apa saja yang telah tersedia.
Dampak negative dari internet, yaitu: mereka lebih sering meninggalkan waktu belajarnya, dan tidak memanfaatkan waktu belajarnya dengan baik. Sehingga dapat mengurangi nilai-nilai prestasi mereka, dan menjauhkan mereka dari orang-orang yang ada disekitarnya. Karena mereka lebih cenderung berinteraksi dengan jejaring sosial ataupun teman-teman dunia mayanya, dan dengan mudahnya kejahatan terjadi.


A.    Memahami Globalisasi
Memahami globalisasi adalah salah satu tugas utama guru untuk membentengi anak didiknya dari dampak negative budaya global. Lantas, apa sih globalisasi itu?
Lily Zakiyah Machfudz (2002) menjelaskan pengertian globalisasi secara lebih tajam. Menurutnya, globalissasi adalah nama dari revolusi dunia yang hamper menyentuh seluruh sendi kehidupan manusia, bahkan sampai relung hati yang paling dalam. Dari sisi ekonomi, globalisasi ditandai dengan adanya kapitalisme pasar bebas. “Makhluk” inilah yang menjadi tulang punggung globalisasi. Prinsipnya, semakin kita membuka kekuatan pasar berkuasa dan semakin kita membuka perekomonian bagi perdagangan bebas dan kompetisi, perekomonian kita akan semakin efisien dan berkembang pesat. Dalam hal kebudayaan, globalisasi juga memiliki cirri tersendir: amerikanissasi. Mulai dari McDonald’s, Coca Cola, Kentucky, sampai Jeans, dan T-shirt, serta media massa seperti CNN, majalah Forbes, dan sebagainya.
Dibidang teknologi, globalisasi ditandai dengan komputerisasi, miniaturisasi,digitalisasi, komunikasi satelit, serat optic, dan internet. Mimiaturisasi terjadi diberbagai macam perangkat teknologi canggih, antara lain telepon genggam. Dalam hal ini ukuran , globalisasi sangat berbeda dari standar masalalu. Dulu, kecanggihan diukur dengan berat, misalnya beratnya peluru kendali. Kini, kecanggihan diukur dengan kecepatan perdagangan, perjalanan, komunikasi, dan inovasi. Kita telah membuktikan bahwa melalui kecepatan komunikasi internet, seolah-olah dunia sudah menyatu. Apa yang terjadi di Jakarta sekarang, disaat yang sama dapat diketahui di seluruh Indonesia.
Dalam hal demografi, globalisasi berarti perpindahan dengan frokuensi yang amat tinggi, melintasi batas territorial Negara. Namun, sisi positif-konstruktif globalisasi tersebut ternyata menyimpan paradox yang berbahaya bagi kemanusiaan, menyisakan krisis keadaban dan moralitas. Dehumanisasi dan materialisasi yang menyebabkan manusia lupa akan kodratnya sebagai makhluk religious dan spiritual menyebabkan dunia ini penuh dengan kebengisan, kekejaman, kezhaliman, dan keangkaramurkaan. Demi harta, jabatan, kekuasaan, popularitas, dan ambisi duniawi lainnya manusia tega memakan manusisa, memangsa saudara sendiri demi memuaskan nafsu. Di tengah pergumulan dan pergulatan dunia inilah terjadi ketidakseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya.
Selain itu , globalisasi juga menyebabkan lahirnya integrasi. Dunia menjadi tempat untuk menjalin hubungan. Apakah sebuah Negara, perusahaan, atau individu, mereka akan semakin tergantung pada siapa mereka menjalin koneksi. Globalisasi juga digambarkan dengan satu kata: jaringan (web). Semakin luas jaringan kita, semakin efisien pula kehidupan kita.
Selain memiliki manfaat yang cukup signifikan , globalisasi juga memiliki paradox-paradox yang juga tidak ringan. Paling tidak ada tiga paradox globalisasi.
Pertama, the good and the bad ( yang buruk dan yang baik) eksis bersama dalam globalisasi. Proses globalisasi tidak menuruti aturan logika dan tidak membuahkna hasil yang sama. Globalisasi memiliki dua sisi mata uang, dampak positif dan negative. Ini semua mengingatkan kita bahwa bagaimanapun juga yang menentukan adalah manusianya, dan banyak dari mereka yang masih memiliki dorongan sifat keadilan, kebebasan, dan saling menghargai.
Kedua, koeksistensi antara integrasi dengan fragmentasi. Globalisasi telah menghasilkan manusia uang menang dan yang kalah , yang memperoleh manfaat dan yang dirugikan. Ekonomi pasar global, misalnya, telah menyatukan Eropa ke dalam EU tetapi juga telah menimbulkan gap pendapatan dan kemakmuran diantara negeri itu. Di cina keterbukaan terhadap modal asing telah menciptakan jarak pendapatan dan kesejahteraan di antara penduduk pedalaman dan pantai,sesuatu yang tidak mungkin terjadi dibawah bendera sosialisme dan komunisme. Begitu pula dengan Indonesia. Kapitalisme global telah menciptakan konglomerat-konglomerat yang kaya raya dan menciptakan jurang perbedaan dengan rakyat lainnya.
Ketiga, sebesar apa pun kekuasaan pemain global yang tangguh (seperti perusahaan trans nasional, bank, lembaga keuangan, bahkan Negara adidaya) tidak akan dapat sepenuhnya mengontrol diri sendri. Proses globalisasi terlalu kompleks untuk dikuasi oleh seorang pemain mana pun.
Dalam diskusi tentang globalisasi ini, ada baiknya kita mencermati pandangan Mahatma Gandhi tentang tujuh penyakit global, yang membuat bumi kita menjadi sakit. Tujuh penyakit itu adalah politik tanpa prinsip , kaya tanpa kerja, pendidikan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, kenikmatan tanpa hati nurani, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan agama tanpa pengorbanan.
Dalam era globalisasi di atas, kompetisi berjalan secara ketat. Barang siapa tidak siap,maka kan tersisih dengan sendirinya. Persaingan tersebut berkisar tiga kekuatan yang sangat tidak imbang.
Menurut Kir Haryana (2008), era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilain tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja sekolah, dan keunggulan sember daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat Internasiona, akan menjadi tawar tersendiri dalam era globalisasi ini.
B.     Memberikan penialaian objektif
Setelah memahami globalisasi apa adanya, seorang guru harus memberikan penilaian objektif mengenai baik buruknya globalisasi, konstruktif, dan destruktifnya, serta kita-kiat mengambil manfaatnya secara maksimal dan menjauhi kerusakannya seminimal mungkin.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah salah satu hal positif yang bisa ditiru dari Barat. Dengan menunjukkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan Negara modern, siswa didorong untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan negeri ini.
Jadi, dengan mengetengahkan fakta itu, diharapkan semangat belajar murid semakin menyala-nyala dan membara untuk menjadi ilmuwan dunia yang berambisi memajukan untuk menjadi ilmuwan dunia yang berambisi memajukan negeri ini mencapai tingkat kejayaan dan keemasannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain dampak poritf diatas, guru juga harus menerangkan dampak negatifnya, seperti paham liberalism yang mengedepankan dan menuhankan kebebasan dan hak asasi manusia tanpa batas, baik itu batas agama, etika social, maupun adat istiadat. Liberalisme Barat inilah yang menyebabkan dekadensi dan degradasi moral Barat yang akut selama ini. Angka penyakit HIV-AIDS yang selalu mengancam kehidupan orang-orang di Barat muncul dari kebebasan seksual sebagai manivestasi daripaham liberalism yang kelewat batas. Bahkan, dibeberapa Negara, homoseksualisme dilegalkan. Sungguh sebuah fakta yang berlawanan dengan akal sehat, norma social, adat ketimuran, dan agama. Namun, paham ini terus mengalir cepat ke Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dengan instrument industrialisasi, kebudayaan ,dan politik global.
Dari penjelasan dampak negative ini, murid disarankan agar mendalami dan mengamalkan agama, menghormati etika social, dan hokum Negara yang mengedepankan moralitas luhur. Selain itu, siswa harus senantiasa dianjurkan untuk berhati-hati terhadap godaan, rangsangan, dan rekayasa pihak-pihak yang ingin menghancurkan moralitas dan intelektualitas kader-kader bangsa dari berbagai sisi kehidupan. Iming-iming uang miliaran bahkan triliuran kerap menjerumuskan anak bangsa terjerumus dalam perdagangan wanita, narkoba, minuman keras, dan lain-lain yang merusak perkembangan kader-kader muda bangsa ini.
Sekali lagi, guru harus memberikan keterangan komprehensif nengenai dampak positif dan negative dari globalisasi, lalu mengarahkan dan membimbing mereka untuk memperkuat pertahanan moral dan mental untuk mengantisipasi hal-hal negative yang datang setiap saat.
C.     Menerapkan Prinsip Progresif dan Selektif
Langkah selanjutnya yang harus diberikan guru kepada murid-muridnya adalah memberikan prinsip progresif dan selektif. Porgresif berarti strategi menghadapi globalisasi ini tidak hanya defensive ( mempertahankan diri dari serangan luar), tapi juga progresif (maju ke depan melakukan kemajuan-kemajuan secara cepat dan bertahap). Artinya, anak didik didorong untuk menjadi seorang pemain dan subjek dari globalisasi yang selalu dipermainkan, dihancurkan, dan direkayasa masa depannya.
            Bangsa ini harus sejajar dengan bangsa-bangsa maju dalam aspek ekonomi, teknologi, informasi, militer, budaya, pendidikan, social, dan politik agar bisa mandiri, menentukan keputusan sendiri, dan mampu berperan lebih besar dalam konstelasi politik global secara dinamis. Memaksimalkan potensi dalam negeri dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, dan kehutanan menjadi langkah strategis untuk membawea kemandirian bangsa ini menuju era kejayaannya.
            Selain itu, strategi ke depan harus mengedepankan prinsip selektif, pandai memilih mana yang baik dan buruk, mana yang menjadi prioritas, mana yang bernilai strategis, dan mana yang bernilai jangka panjang. Prinsip progresif dan selektif akan membawa bangsa ini meraih prestasi yang diidamkan.
Guru harus berperan besar menjadi pembangkit semangat anak didik untuk menerapkan prinsip progresif dan selektif ini dalam mengejar masa depannya. Namun, jangan sampai melupakan prinsip defensive . dalam arti mempunyai pertahanan yang kuat ketika diserang dengan godaan-godaan yang memikat dan melenakan.
Guru sebagai pembuka jendela dunia murid-muridnya berkewajiban memberikan gambaran mengenai baik buruknya globalisasi sebagai pelecut semangat anak didik dalam menggali dan mengembangkan potensinya secara maksimal untuk mengejar cita-cita bbersarnya tampil sebagai pemain utama globalisasi. Daengan inilah, guru mampu menjadi agen of sosiochange, agen perubahan social yang mampu , melahirkan kader-kader bangsa andal yang mampu meneruskan estafet kepemimpinan bangsa dimasa yang akan datang. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, muncul istilah sekolah bertaraf Internasional. Tanggung jawab guru semakin besar untuk memberikan beka pada muridnya agar tidak ketinggalan dari sekolah berkualitas internasional sehingga perlu di adopsi oleh guru dan manajemen sekolah.
Menurut Kir Haryana (2008) , proses pembelajaran, penilaian dan penyelenggarakan sekolah internasional harus bercirikan internasional, yaitu:
1)      Pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru (ajoy of discovery).
2)      Menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan,seperti student centered, reflective learning, active learning, enjoyable, dan joyful learning, cooperative learning, quantum learning, learning revolution, dan contextual learning.
3)      Menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran.
4)      Proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi.
5)      Proses penilaian dengan menggunakan model-model penilaian sekolah unggul dari Negara anggota OECD dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
6)      Dalam penyelenggarakannya harus bercirikan standar menajemen internasional, yaitu mengimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 1400, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf Internasional luar negeri.

Gambaran sekolah bertaraf Internasional ini bisa digunakan guru untuk membangkitkan gairah belajar anak murid agar mengeluarkan kemampuan terbaik untuk menjadi pemain kelas dunia. Karena, kompetisi di era globalisasi semakin ketat dan hebat, di mana penguasaan dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi ciri khasnya.

;;