Gelap malam yang begitu kelam menyelimuti bumi
kecil untuk terus menyebut asma-Nya seiring deras hujan dan kilatan petir yang
menyambar. Angin malam berhembus menusuk sukma, menggetarkan raga, dan membuat
suasana semakin mencekam. Aku tatap deras hujan melalui jendela kamar kos. Tetes
air mata mulai berjatuhan seakan mengikuti alur sang hujan. Hati ini tak
setenang kemarin, hati ini tak senyaman pagi tadi. Salah apa? Sembari aku
memikirkan semua kesalahan, datanglah sebuah prasangka. Seketika ku temukan
jawaban dari ketidaktenangan ini kegelisahan yang menyelimuti hati.
Astaghfirullah, prasangka yang membuat aku seperti ini. Awalnya aku merasa
biasa saja, tapi dengan seiring berjalannya waktu aku merasa kalah dan
menyerah. Padahal perjuangan itu sudah setengah perjalanan dan bahkan mungkin
hampir di ujung titik ‘finish’. Ya, harapan finish yang indah, indah pada waktunya
itu yang aku nanti. Mencoba mendinginkan kepala dan hati yang bergejolak. Perlahan
hati semakin tenang, istighfar sebuah kunci untuk slalu mengingat Allah
dimanapun dan kapanpun. Maka ku temukan energi yang luar biasa dari Allah. Belajar
setiap dzikir untuk mengingat-Nya dan di
setiap sujud untuk menghambakan diri ini pada-Nya. Maka setiap doa akan
terjawab, setiap usaha akan tampak hasilnya dan kebaikan akan ada imbalannya.
“Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari
kebakhilan dan sifat pengecut. Dan aku berlindung kepada-Mu dari jerat utang
dan ketertindasan.”(Hadits riwayat Abu Dawud).”
“KITA MAMPU
BERTAHAN DENGAN USAHA DAN HARAPAN DALAM DOA YANG TERPANJAT PADA-NYA.”